Suara itu begitu lantang. Sudah menjadi kebiasaan kami berdua mendengar suara yang dilantunkan dari radio Sabili AM 1530
sejak pukul 06.30 sampai selesai, yang menemani menyusuri padatnya
jalan dari Jatibening menuju Thamrin di pagi hari. Pengajian yang diisi
oleh seorang yang sepertinya sudah tua namun sangat vokal suaranya. Isi
dakwahnya cukup konsisten, bicara sekitar ketauhidan Allah SWT. Meskipun
terkadang radio itu memutar ulang dakwahnya di lain hari, tetap saja
pengajian itu menarik kami untuk selalu mendengarkannya.
Dari isi dakwahnya yang kadang menyebut seorang nama menteri di jaman Orde Baru atau menyinggung kehebatan seorang petinju Tyson, membuatku menerka-nerka bahwa khutbah ini pasti sudah lama direkam, paling tidak sekitar tahun delapan puluhan. Namun isi materi dakwah beliau, tetap up-to-date. Hebat sekali, bagaimana sebuah dakwah tidak lekang dimakan usia. Itulah sebabnya, kami pun menjadi penggemar beliau di pagi hari: sepasang penggemar baru yang sudah telat puluhan tahun mendengarkan khutbahnya
Kelihaiannya memadukan kalimat dengan sesekali menyelipkan istilah ‘jadul’ seperti ‘oto’ untuk mobil atau memilih kata ‘lalu’ untuk kata pergi dan lain sebagainya, menjadikan nilai tambah untuk menyimak dakwah yang beliau sampaikan. Asyik saja mendengarnya. Apalagi bila beliau berpantun ala Melayu, menambah indahnya dakwah yang disampaikannya. Kelihatan sekali, beliau begitu fasih berbicara dakwah maupun mengucapkan kalimat puitis.
Doa-doa yang dibacanya pun, terkadang baru kami dengar. Seperti dzikir yang beliau ajarkan ‘La Illaha Illallah, Al Malikul Haqqul Mubin. Muhammadurrasulullah, Shodiqqul Wa’dil Amin.’, terus terang saja, baru pertama kami dengar dari mulut beliau ini. Beliau menganjurkan mengiringi anak tertidur dengan melantunkan dzikir itu, bukan dengan nyanyian ‘nina bobo’, hehehe.
Sampai pada suatu hari aku meminta Utami untuk mengirimkan pesan singkat ke Ustadz Herry Nurdi dari Majalah Sabili, sekedar untuk memupus rasa keingintahuan kami, siapa sesungguhnya pemilik suara ini. Ustadz Herry membalasnya dengan menulis bahwa suara itu milik KH Abdul Gaffar Ismail. Hm, siapa dia, kok kayanya baru dengar yah?
Sesampainya di kantor, segera aku browsing internet untuk mencari siapa beliau. Namun informasi mengenai beliau tidaklah terlalu banyak. Aku cari di wikipedia pun, tak ada artikel mengenai beliau. Satu info berharga yang aku dapati, beliau ternyata adalah bapak dari Taufiq Ismail, sastrawan kita yang terkenal itu. Hm, pantas, dari ayah yang berilmu tinggi dan mendidik anak dengan ketauhidan yang disiplin, hasilnya pun tak diragukan lagi.
Hasil pencarian lainnya pun aku dapatkan, pak Kyai Abdul Gaffar Ismail lahir di Bukittinggi pada tanggal 11 Agustus 1911, mengikuti pendidikan SD dan pesantren Sumatera Thawalib di Sumatera Tengah. Beliau pun pernah menjadi pengurus besar Partai Masyumi pada tahun 1946, menjadi tahanan politik dan diasingkan ke Pekalongan, Jawa Tengah dan menetap disana sebagai seorang guru Agama Islam. Di kota santri dan Batik ini pak Kyai mengadakan pengajian setiap senin malam atau dikenal dengan Pengajian Malam Selasa yang -subhanallah- berjalan hingga setengah abad lamanya (!). Pengajian inilah yang kami dengar tiap pagi di radio Sabili AM 1530.
Menariknya, baru-baru ini aku menerima sms dari seseorang yang tak aku kenal yang tinggal di Pemalang Jawa Tengah. Beliau menawarkan beberapa ratus kaset rekaman pengajian KH Abdul Gaffar Ismail ini kepadaku. Walaupun aku masih belum paham benar darimana beliau tahu aku suka mendengarkan pengajian pak Kyai namun aku berpikir, tak ada yang kebetulan, semua sudah dalam rencana Allah SWT. Langsung saja kami mengontak Ustadz Herry Nurdi kembali untuk mengakomodir keinginannya. Ya, bila benar bapak tersebut memiliki 450 kaset rekaman KH Abdul Gaffar Ismail dan pihak radio Sabili jadi membelinya, insyaAllah kita akan memperoleh banyak ilmu dari pak Kyai setiap pagi tanpa ada pengulangan materi, minimal dalam satu tahun. Itu sudah sangat luar biasa.
KH Abdul Gaffar Ismail wafat pada bulan Agustus 1998, dalam usia 87 tahun. Bila hingga kini rekaman pengajiannya masih bisa memberikan ilmu yang bermanfaat bagi yang mendengarkannya, semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang mengalir terus menerus hingga hari kiamat itu tiba. Amin.
Sumber informasi:
- http://www.hidayatullah.com
- http://www.tempointeraktif.com
- http://www.dutamasyarakat.com
- http://www.kikil.org/
- http://www.pdat.co.id/
- blog http://miftahulajri.wordpress.com
Dari isi dakwahnya yang kadang menyebut seorang nama menteri di jaman Orde Baru atau menyinggung kehebatan seorang petinju Tyson, membuatku menerka-nerka bahwa khutbah ini pasti sudah lama direkam, paling tidak sekitar tahun delapan puluhan. Namun isi materi dakwah beliau, tetap up-to-date. Hebat sekali, bagaimana sebuah dakwah tidak lekang dimakan usia. Itulah sebabnya, kami pun menjadi penggemar beliau di pagi hari: sepasang penggemar baru yang sudah telat puluhan tahun mendengarkan khutbahnya
Kelihaiannya memadukan kalimat dengan sesekali menyelipkan istilah ‘jadul’ seperti ‘oto’ untuk mobil atau memilih kata ‘lalu’ untuk kata pergi dan lain sebagainya, menjadikan nilai tambah untuk menyimak dakwah yang beliau sampaikan. Asyik saja mendengarnya. Apalagi bila beliau berpantun ala Melayu, menambah indahnya dakwah yang disampaikannya. Kelihatan sekali, beliau begitu fasih berbicara dakwah maupun mengucapkan kalimat puitis.
Doa-doa yang dibacanya pun, terkadang baru kami dengar. Seperti dzikir yang beliau ajarkan ‘La Illaha Illallah, Al Malikul Haqqul Mubin. Muhammadurrasulullah, Shodiqqul Wa’dil Amin.’, terus terang saja, baru pertama kami dengar dari mulut beliau ini. Beliau menganjurkan mengiringi anak tertidur dengan melantunkan dzikir itu, bukan dengan nyanyian ‘nina bobo’, hehehe.
Sampai pada suatu hari aku meminta Utami untuk mengirimkan pesan singkat ke Ustadz Herry Nurdi dari Majalah Sabili, sekedar untuk memupus rasa keingintahuan kami, siapa sesungguhnya pemilik suara ini. Ustadz Herry membalasnya dengan menulis bahwa suara itu milik KH Abdul Gaffar Ismail. Hm, siapa dia, kok kayanya baru dengar yah?
Sesampainya di kantor, segera aku browsing internet untuk mencari siapa beliau. Namun informasi mengenai beliau tidaklah terlalu banyak. Aku cari di wikipedia pun, tak ada artikel mengenai beliau. Satu info berharga yang aku dapati, beliau ternyata adalah bapak dari Taufiq Ismail, sastrawan kita yang terkenal itu. Hm, pantas, dari ayah yang berilmu tinggi dan mendidik anak dengan ketauhidan yang disiplin, hasilnya pun tak diragukan lagi.
Hasil pencarian lainnya pun aku dapatkan, pak Kyai Abdul Gaffar Ismail lahir di Bukittinggi pada tanggal 11 Agustus 1911, mengikuti pendidikan SD dan pesantren Sumatera Thawalib di Sumatera Tengah. Beliau pun pernah menjadi pengurus besar Partai Masyumi pada tahun 1946, menjadi tahanan politik dan diasingkan ke Pekalongan, Jawa Tengah dan menetap disana sebagai seorang guru Agama Islam. Di kota santri dan Batik ini pak Kyai mengadakan pengajian setiap senin malam atau dikenal dengan Pengajian Malam Selasa yang -subhanallah- berjalan hingga setengah abad lamanya (!). Pengajian inilah yang kami dengar tiap pagi di radio Sabili AM 1530.
Menariknya, baru-baru ini aku menerima sms dari seseorang yang tak aku kenal yang tinggal di Pemalang Jawa Tengah. Beliau menawarkan beberapa ratus kaset rekaman pengajian KH Abdul Gaffar Ismail ini kepadaku. Walaupun aku masih belum paham benar darimana beliau tahu aku suka mendengarkan pengajian pak Kyai namun aku berpikir, tak ada yang kebetulan, semua sudah dalam rencana Allah SWT. Langsung saja kami mengontak Ustadz Herry Nurdi kembali untuk mengakomodir keinginannya. Ya, bila benar bapak tersebut memiliki 450 kaset rekaman KH Abdul Gaffar Ismail dan pihak radio Sabili jadi membelinya, insyaAllah kita akan memperoleh banyak ilmu dari pak Kyai setiap pagi tanpa ada pengulangan materi, minimal dalam satu tahun. Itu sudah sangat luar biasa.
KH Abdul Gaffar Ismail wafat pada bulan Agustus 1998, dalam usia 87 tahun. Bila hingga kini rekaman pengajiannya masih bisa memberikan ilmu yang bermanfaat bagi yang mendengarkannya, semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang mengalir terus menerus hingga hari kiamat itu tiba. Amin.
Sumber informasi:
- http://www.hidayatullah.com
- http://www.tempointeraktif.com
- http://www.dutamasyarakat.com
- http://www.kikil.org/
- http://www.pdat.co.id/
- blog http://miftahulajri.wordpress.com